Minggu, 05 Mei 2013

Polarisasi (Pengkutuban)

Polarisasi cahaya atau polarisasi optik adalah salah satu sifat cahaya yang bergerak secara oscillasi dan menuju arah tertentu. Karena cahaya termasuk gelombang elektromagnetik, maka cahaya ini mempunyai medan listrik, E dan juga merupakan medan magnet, H yang keduanya saling beroscilasi dan saling tegak lurus satu sama lain, serta tegak lurus terhadap arah rambatan (lihat gambar).

Cahaya juga dikategorikan sebagai gelombang transversal; yang berarti bahwa cahaya merambat tegak lurus terhadap arah oscilasinya. Adapun syaratnya adalah bahwa gelombang tersebut mempunyai arah oscilasi tegak lurus terhadap bidang rambatannya. Gelombang bunyi, berbeda dengan gelombang cahaya, tidak dapat terpolarisasi sehingga dia bukan gelombang transversal.

Suatu cahaya dikatakan terpolarisasi apabila cahaya itu bergerak merambat ke arah tertentu. Arah polarisasi gelombang ini dicirikan oleh arah vektor bidang medan listrik gelombang tersebut serta arah vektor bidang medan magnetnya.

Beberapa macam / jenis polarisasi: polarisasi linear, polarisasi melingkar, polarisasi ellips. Gelombang dengan polarisasi melingkar dan polarisasi ellips dapat diuraikan menjadi 2 gelombang dengan polarisasi tegak lurus. Polarisasi linear terjadi ketika cahaya merambat hanya dengan satu arah yang tegak lurus terhadap arah rambatan atau bidang medan listriknya.

Polarisasi adalah peristiwa perubahan arah getar gelombang cahaya yang acak menjadi satu arah getar.
Polarisasi Gelombang menunjukkan arah medan listrik pada suatu titik yang dilewati oleh gelombang tersebut. Jenis polarisasi antena dapat dikategorikan berdasarkan polanya pada BIDANG yang TEGAK LURUS atau normal dengan sumbu propagasi.
►    Gelombang yang dapat mengalami polarisasi hanyalah gelombang tranversal yang mempunyai arah getaran tegak lurus dengan arah perambatannya
►    Terpolarisasi atau terkutub artinya memiliki satu arah getar tertentu saja, seperti pada gambar berikut :

Simbol Cahaya alami, yang bukan sinar terpolarisasi adalah gambar sbb:

atau

Cahaya terpolarisasi didapatkan dengan cara sbb :
  1. Polarisasi Karena Pemantulan
Berkas sinar alami (sinar yang belum terpolarisasi)  dijatuhkan dari medium udara, ke medium kaca (cermin datar). Dengan sudut datang i = 57o, maka sinar yang dipantulkan sudah terpolarisasi, seperti pada gambar berikut:


2. Polarisasi Karena Pemantulan dan Pembiasan
Berkas Sinar alami melalui suatu medium kaca,akan dipantulakna dan dibiaskan. Sinar perpolarisasi bila sudut pantuk dan sudut bias membentuk sudut 90, seperti pada gambar brikut :

Dari peristiwa pemantulan dan pembiasan akan diperoleh Rumus Brewster, Sbb :
ip + r = 9o,   r = 90 -ip
n2/n1 = sin ip/sin r = sin ip/sin (90-ip) = sin ip/cos ip = tg ip
n2/n1 = tg ip

3. Polarisasi karena penyerapan selektif.
Polarisasi dengan penyerapan selektif diperoleh dengan memasang dua buah polaroid, yaitu
Polarisator dan Analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi,
sedangkan Analisator untuk mengetahui apakah cahaya sudah terpolarisasi atau belum, seperti
pada gambar berikut


DIFRAKSI





Pengertian Difraksi
Jika sebuah gelombang permukaan air tiba pada suatu celah sempit, maka gelombang ini akan mengalami lenturan/pembelokan sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah lingkaran yang melebar di daerah belakang celah tersebut. Gejala ini disebut difraksi.
Cahaya bila di jatuhkan pada celah sempit /penghalang, akan terjadi peristiwa difraksi
Difraksi Gelombang air Laut/sungai.

Difraksi pada gelombang air dilihat dari atas

Beberapa Peristiwa Difraksi
—        1. Difraksi Cahaya pada Celah Tunggal
Bila cahaya monokhromatik (satu warna) dijatuhkan pada celah sempit, maka cahaya akan di belokan /dilenturkan seperti gambar berikut



Difraksi pada celah sempit, bila cahaya yang dijatuhkan polikhromatik (cahaya putih\banyak warna), selain akan mengalami peristiwa difraksi, juga akan terjadi peristiwa interferensi, hasil interferensi menghasilkan pola warna pelangi

Gambar peristiwa difraksi pada celah tunggal
Berkas cahaya jatuh pada celah tunggal, seperti pada gambar , akan dibelokan dengan sudut  belok θ. Pada layar akan terlihat pola gelap dan terang.Pola gelap dan terang akan terjadi bila mengalami peristiwa interferensi

Rumus, hasil interferensi pada celah tunggal dapat dituliskan Sbb :
Interferensi Maksimum (terjadinya pola terang )

d sin θn = (2n – 1) ½ λ      atau        d.p/l= (2n – 1) ½ λ ,      n = 1, 2, 3, ……dst

d = lebar celah,   θn= sudut belok, n = bilangan asli, λ = panjang gelombang,
l= jarak celah ke layar, p = jarak antara dua terang atau gelap

Interferensi Minimum (terjadi pola gelap)

d sin θn = (2n) ½ λ= nλ atau         d p/l  = (2n) ½ λ = n λ ,     n = 1,2,3 , ….dst

APAKAH CAHAYA ITU??

Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.

Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang, polarisasi dan fase cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi. Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris (en:geometrical optics) dan optika fisis (en:physical optics).

Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun 1838 oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katode, tahun 1859 dengan teori radiasi massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig Boltzmann mengatakan bahwa status energi sistem fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum sebagai model dari teori radiasi massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa bahwa energi yang teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi jumlahan diskrit yang disebut elemen energi, E.

Pada tahun 1905, Albert Einstein membuat percobaan efek fotoelektrik, cahaya yang menyinari atom mengeksitasi elektron untuk melejit keluar dari orbitnya. Pada pada tahun 1924 percobaan oleh Louis de Broglie menunjukkan elektron mempunyai sifat dualitas partikel-gelombang, hingga tercetus teori dualitas partikel-gelombang.

Albert Einstein kemudian pada tahun 1926 membuat postulat berdasarkan efek fotolistrik, bahwa cahaya tersusun dari kuanta yang disebut foton yang mempunyai sifat dualitas yang sama. Karya Albert Einstein dan Max Planck mendapatkan penghargaan Nobel masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan menjadi dasar teori kuantum mekanik yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk Werner Heisenberg, Niels Bohr, Erwin Schrödinger, Max Born, John von Neumann, Paul Dirac, Wolfgang Pauli, David Hilbert, Roy J. Glauber dan lain-lain.

Era ini kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan sebagai dualisme gelombang transversal elektromagnetik dan aliran partikel yang disebut foton. Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun 1953 dengan ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun 1960. Era optika modern tidak serta merta mengakhiri era optika klasik, tetapi memperkenalkan sifat-sifat cahaya yang lain yaitu difusi dan hamburan.

Efek Fotolistrik

Pernahkah kamu melihat pelangi? Pernahkah kamu melihat warna-warni di jalan aspal yang basah? Pelangi terjadi akibat dispersi cahaya matahari pada titik-titik air hujan. Adapun warna-warni yang terlihat di jalan beraspal terjadi akibat gejala interferensi cahaya. Gejala dispersi dan interferensi cahaya menunjukkan bahwa cahaya merupakan gejala gelombang. Gejala difraksi dan polarisasi cahaya juga menunjukkan sifat gelombang dari cahaya.

pola warna-warni di atas aspal basah yang dikenai bensin terjadi akibat interferensi cahaya Gejala fisika yang lain seperti spektrum diskrit atomik, efek fotolistrik, dan efek Compton menunjukkan bahwa cahaya juga dapat berperilaku sebagai partikel. Sebagai partikel cahaya disebut dengan foton yang dapat mengalami tumbukan selayaknya bola.

Efek Fotolistrik
Ketika seberkas cahaya dikenakan pada logam, ada elektron yang keluar dari permukaan logam. Gejala ini disebut efek fotolistrik. Efek fotolistrik diamati melalui prosedur sebagai berikut. Dua buah pelat logam (lempengan logam tipis) yang terpisah ditempatkan di dalam tabung hampa udara. Di luar tabung kedua pelat ini dihubungkan satu sama lain dengan kawat. Mula-mula tidak ada arus yang mengalir karena kedua plat terpisah. Ketika cahaya yang sesuai dikenakan kepada salah satu pelat, arus listrik terdeteksi pada kawat. Ini terjadi akibat adanya elektron-elektron yang lepas dari satu pelat dan menuju ke pelat lain secara bersama-sama membentuk arus listrik.
Hasil pengamatan terhadap gejala efek fotolistrik memunculkan sejumlah fakta yang merupakan karakteristik dari efek fotolistrik. Karakteristik itu adalah sebagai berikut.
  1. hanya cahaya yang sesuai (yang memiliki frekuensi yang lebih besar dari frekuensi tertentu saja) yang memungkinkan lepasnya elektron dari pelat logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik (yang ditandai dengan terdeteksinya arus listrik pada kawat). Frekuensi tertentu dari cahaya dimana elektron terlepas dari permukaan logam disebut frekuensi ambang logam. Frekuensi ini berbeda-beda untuk setiap logam dan merupakan karakteristik dari logam itu.
  2. ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek fotolistrik, penambahan intensitas cahaya dibarengi pula dengan pertambahan jumlah elektron yang terlepas dari pelat logam (yang ditandai dengan arus listrik yang bertambah besar). Tetapi, Efek fotolistrik tidak terjadi untuk cahaya dengan frekuensi yang lebih kecil dari frekuensi ambang meskipun intensitas cahaya diperbesar.
  3. ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada rangkaian kawat segera setelah cahaya yang sesuai disinari pada pelat logam. Ini berarti hampir tidak ada selang waktu elektron terbebas dari permukaan logam setelah logam disinari cahaya.
Karakteristik dari efek fotolistrik di atas tidak dapat dijelaskan menggunakan teori gelombang cahaya. Diperlukan cara pandang baru dalam mendeskripsikan cahaya dimana cahaya tidak dipandang sebagai gelombang yang dapat memiliki energi yang kontinu melainkan cahaya sebagai partikel.
Perangkat teori yang menggambarkan cahaya bukan sebagai gelombang tersedia melalui konsep energi diskrit atau terkuantisasi yang dikembangkan oleh Planck dan terbukti sesuai untuk menjelaskan spektrum radiasi kalor benda hitam. Konsep energi yang terkuantisasi ini digunakan oleh Einstein untuk menjelaskan terjadinya efek fotolistrik. Di sini, cahaya dipandang sebagai kuantum energi yang hanya memiliki energi yang diskrit bukan kontinu yang dinyatakan sebagai E = hf.
Konsep penting yang dikemukakan Einstein sebagai latar belakang terjadinya efek fotolistrik adalah bahwa satu elektron menyerap satu kuantum energi. Satu kuantum energi yang diserap elektron digunakan untuk lepas dari logam dan untuk bergerak ke pelat logam yang lain. Hal ini dapat dituliskan sebagai
Energi cahaya = Energi ambang + Energi kinetik maksimum elektron
E = W0 + Ekm
hf = hf0 + Ekm
Ekm = hfhf0
Persamaan ini disebut persamaan efek fotolistrik Einstein. Perlu diperhatikan bahwa W0 adalah energi ambang logam atau fungsi kerja logam, f0 adalah frekuensi ambang logam, f adalah frekuensi cahaya yang digunakan, dan Ekm adalah energi kinetik maksimum elektron yang lepas dari logam dan bergerak ke pelat logam yang lain. Dalam bentuk lain persamaan efek fotolistrik dapat ditulis sebagai
Dimana m adalah massa elektron dan ve adalah dan kecepatan elektron. Satuan energi dalam SI adalah joule (J) dan frekuensi adalah hertz (Hz). Tetapi, fungsi kerja logam biasanya dinyatakan dalam satuan elektron volt (eV) sehingga perlu diingat bahwa 1 eV = 1,6 × 10−19 J.

Potensial Penghenti
Gerakan elektron yang ditandai sebagai arus listrik pada gejala efek fotolistrik dapat dihentikan oleh suatu tegangan listrik yang dipasang pada rangkaian. Jika pada rangkaian efek fotolistrik dipasang sumber tegangan dengan polaritas terbalik (kutub positif sumber dihubungkan dengan pelat tempat keluarnya elektron dan kutub negatif sumber dihubungkan ke pelat yang lain), terdapat satu nilai tegangan yang dapat menyebabkan arus listrik pada rangkaian menjadi nol.
Arus nol atau tidak ada arus berarti tidak ada lagi elektron yang lepas dari permukaan logam akibat efek fotolistrik. Nilai tegangan yang menyebabkan elektron berhenti terlepas dari permukaan logam pada efek fotolistrik disebut tegangan atau potensial penghenti (stopping potential). Jika V0 adalah potensial penghenti, maka
Ekm = eV0
Persamaan ini pada dasarnya adalah persamaan energi. Perlu diperhatikan bahwa e adalah muatan elektron yang besarnya 1,6 × 10−19 C dan tegangan dinyatakan dalam satuan volt (V).
Aplikasi Efek fotolistrik
Efek fotolistrik merupakan prinsip dasar dari berbagai piranti fotonik (photonic device) seperti lampu LED (light emitting device) dan piranti detektor cahaya (photo detector).

INTERFERENSI CAHAYA

Interferensi adalah peristiwa penggabungan dua gelombang cahaya atau lebih akibat dariu adanya sebuah celah ganda yang membuat gelombang bertabrakan. Peristiwa interferensi disebut juga peristiwa superposisi gelombang. Pada peristiwa ini juga menimbulkan pola gelap terang (Monokromatik) dan pelangi (Polikromatik).


Interferensi dapat bersifat membangun dan merusak.
Bersifat membangun jika beda fase kedua  gelombang sama sehingga gelombang baru yang
terbentuk adalah penjumlahan dari kedua  gelombang tersebut.
Bersifat merusak jika beda fasenya adalah 180 derajat, sehingga kedua gelombang saling
menghilangkan.








Warna-warni pelangi menunjukkan bahwa sinar matahari adalah gabungan dari berbagai macam warna dari spektrum kasat mata. Di
lain fihak, warna pada gelombang sabun, lapisan minyak, warna bulu burung merah, dan burung kalibri bukan disebabkan oleh
pembiasan. Hal ini terjadi karena interferensi konstruktif dan destruktif dari sinar yang dipantulkan oleh suatu lapisan tipis. Adanya
gejala interferensi ini bukti yang paling menyakinkan bahwa cahaya itu adalah gelombang. Interferensi cahaya bisa terjadi jika ada dua
atau lebih berkas sinar yang bergabung. Jika cahayanya tidak berupa berkas sinar, maka interferensinya sulit diamati.

            Syarat Interferensi Cahaya : 
Kedua sumber cahaya harus bersifat kokeren (Kedua sumber cahaya mempunyai beda fase,frekuensi dan amplitude sama)
Thomas Young, seorang ahli fisika membuat dua sumber cahaya dari satu sumber cahaya, yang dijatukan pada dua buah celah sempit.



Satu sumber cahaya, dilewatkan pada dua celah sempit, sehingga cahaya yang melewati kedua celah itu,
merupakan dua sumbeer cahaya baru



 

 Peristiwa interferensi disebut juga peristiwa superposisi gelombang. Pada peristiwa ini juga menimbulkan pola gelap terang
 (Monokromatik) dan pelangi (Polikromatik)  . Secara matematika rumus untuk mendapatkan pola terang dan gelap Sbb:


S1 = Sumber cahaya
S2 dan S3, dua sumber cahaya baru., d = jarak antar dua sumber c
θ= sudut belok, a=l = jarak antara dua sumber terhadap layar

  Interferensi maksimum/terang/konstruktif, terjadi bila :
                   atau               
                                                             Keterangan :
P=jarak dari terang/gelap ke-m dengan terang pusat (meter)
d=jarak kedua sumber cahaya/celah(meter)
l=jarak antara sumber cahaya dengan layar (meter)
m=bilangan (1,2,3…dst)
l=panjang gelombang (meter, atau Amstrong A0=1.10-10meter)
                                                           Interferensi Minimum/Gelap/Destrutip, terjadi jika

atau

Contoh :
Percobaan Thomas Young, celah ganda berjarak 5 mm. Dibelakang celah yang jaraknya 2 m ditempatkan layar , celah disinari
dengan cahaya dengan panjang gelombang 600 nm., maka jarak pola terang ke 3 dari pusat terang adalah….
Diketahui : d = 5 mm, l = 2 m=2000 mm
λ= 600 nm = 7 x 10-5 mm, m = 3
Ditanyakan: p =……?

Jawab :   
                        p. 5/200 = (2.3) 1/2 6.10-5
                       p = 0,72 mm